Dokumen HSE( Health, Safety, and Environment )

Keamanan dan Keselamatan Kerja
Tugas Dokumen HSE Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)








Disusun oleh :
Imama Syafi’i (21060113130124)






JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015



BAB I
PENDAHULUAN


1.1.    Latar Belakang
Resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan akibat aktifitas yang dilakukan PT. ASKES (PERSERO) KANTOR CABANG UTAMA SEMARANG sangat mungkin terjadi. Namun, sudah menjadi sebuah tekat bagi PT. ASKES untuk selalu memenuhi dan mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, konsumen dan publik. Risiko yang muncul bisa disebabkan oleh sambaran petir.
Sambaran petir pada tempat yang jauh +/- 1,5 km sudah dapat merusak sistem elektronika dan peralatan, seperti instalasi komputer, telekomunikasi kantor dan instrumentasi serta peralatan elektornik sensetif lainnya. Serta dapat pula menimbulkan kematian umat manusia yang disebabkan oleh sambaran petir . Sambaran petir di negara kita relatif tinggi. Indonesia terletak didaerah katulistiwa yang panas dan lembab , mengakibtkan terjadinya hari guruh (IKL) yang sangat tinggi dibanding daerah lainnya (100 -200 hari  pertahun) , bahkan daerah cibinong sempat tercatat pada Guiness Book of Records 1988, dengan jumlah 322 petir per tahun. Kerapatan sambaran petir di Indonesia jugasangat besar yaitu 12/km2/tahun yang berarti pada setiap luas area 1 km2  berpotensi menerima sambaran petir sebanyak 12 kali setiap tahunnya. Energy yang dihasilkan oleh satu sambaran petir mencapai 55 kwhours.
Untuk merealisasikan tanggung Semarangb tersebut, PT. ASKES sangat memperhatikan healt, safety dan environment (HSE) dengan menerapkan sistem Managemen HSE Sistem ini diharapkan dapat menjamin kegiatan operasi berjalan aman, andal, efisien dan berwawasan lingkungan. Lebih spesifik, PT. ASKES bertekat:

§  Menjaga keselamatan peralatan dan personil
§  Menjaga agar aktifitas di PT. ASKES tidak tehentikan
§  Meminta agar kontraktor mitra kerja terkait (seperti kontraktor, konsultan) dengan PT. ASKES mematuhi prosedur keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja serta lindungan lingkungan yang berlaku di PT. ASKES
§  Menjalankan semua program keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan.




1.2.    Ruang Lingkup
Dokumen filosofi HSE ini disusun untuk projek pengadaan penangkal petir di PT. ASKES kantor cabang utama semarang.  Pada prinsipnya langkah-langkah yang akan dilakukan dalam manajemen HSE harus mendasarkan pada hasil identifikasi dan taksiran terhadap bahaya yang muncul dan berpotensi muncul.  Dengan demikian langkah-langkah yang diambil jika bahaya-bahaya tersebut terjadi akan cepat, tepat dan akurat. Dokumen ini mencakup studi identifikasi dan analisis bahaya yang muncul seperti (namun tidak terbatas pada):
§  Jenis-jenis risiko yang terdapat (berpotensi ada) dalam proses
§  Berbagai insiden yang telah terjadi dan peristiwa yang dapat menimbulkan insiden
§  Berbagai pengendalian secara teknik dan administratif
§  Macam – macam konsekuensi yang dapat timbul akibat kegagalan sistem pengendalian tersebut
§  Tata letak alat dan fasilitas pendukung yang lain
§  Faktor-faktor manusia
§  Evaluasi efek-efek yang mungkin diterima oleh karyawan, masyarakat luas dan lingkungan hidup secara kualitatif.
Setelah identifikasi dan analisis terhadap bahaya-bahya dilakukan, perancangan dan pembangunan fasilitas dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk dari engineers.  Desain yang dibuat harus dapat mengurangi resiko – resiko seminimal mungkin sampai pada tingkat yang bisa ditolerir. Selain itu desain yang dibuat harus dapat memastikan bahwa cara – cara yang ditempuh akan efektif, guna menekan potensi kerugian akibat kejadian tersebut. Lebih lanjut, pengembangan HSE  dan desain harus didasarkan pada perundangan, hukum, kode dan standar yang berlaku, serta pedoman praktis pelaksanaan kerja yang akan digunakan dalam proyek ini.

1.3.    Dasar Filosofi
Secara umum, pendekatan atau tahapan yang dapat dilakukan dalam filosofi HSE mencakup :
a.      Mengidentifikasi HSE proyek dan yang berkaitan dengan resiko – resiko sedini mungkin dalam pengembangan fasilitas atau siklus proyek, termasuk pertimbangan HSE ke dalam pemilihan proses, desain proses produk, proses perencanaan engineer untuk permintaan modal, permintaan kerja engineer, otorisasi modifikasi fasilitas, atau tata letak dan perubahan rencana.
b.      HSE melibatkan profesional, yang memiliki pengalaman, kompetensi, dan pelatihan yang diperlukan untuk menilai dan mengelola dampak dan risiko HSE, dan melaksanakan fungsi khusus manajemen lingkungan termasuk persiapan  proyek atau rencana kegiatan yang spesifik dan prosedur yang menggabungkan rekomendasi teknis yang disajikan dalamdokumen yang relevan dengan proyek.
c.      Memahami kemungkinan dan besarnya bahaya HSE di dasarkan pada :
§   sifat kegiatan proyek, seperti apakah proyek akan menghasilkan jumlah emisi atau
limbah yang signifikan, atau melibatkan bahan berbahaya atau proses;
§   konsekuensi potensial terhadap pekerja, masyarakat, atau bahaya lingkungan jika tidak dikelola secara memadai, yang mungkin tergantung pada kedekatan kegiatan proyek dengan masyarakat atau dengan sumber daya lingkungan
d.      Memprioritaskan strategi manajemen risiko dengan tujuan mencapai pengurangan keseluruhan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, dengan fokus pada pencegahan yang tak dapat diubah dan atau dampak yang signifikan.
e.      Mendukung strategi yang menghilangkan penyebab bahaya pada sumbernya, misalnya dengan memilih bahan yang kurang berbahaya atau proses yang menghindari kebutuhan untuk kontrol HSE.
f.       Ketika menghindari dampak yang tidak layak, menggabungkan kontrol engineer dan manajemen untuk mengurangi atau meminimalkan kemungkinan dan besarnya konsekuensi yang tidak diinginkan, sebagai contoh, dengan aplikasi kontrol untuk mengurangi tingkat polusi kontaminan yang dipancarkan ke pekerja atau lingkungan.
g.      Mempersiapkan pekerja dan masyarakat sekitar untuk merespon kecelakaan, termasuk memberikan dukungan sumber daya teknis dan keuangan untuk mengefektifkan dan mengamankan kontrol peristiwa tersebut, dan memulihkan tempat kerja dan lingkungan masyarakat yang aman dan kondisi yang sehat.
h.      Meningkatkan kinerja HSE melalui kombinasi pemantauan kinerja fasilitas dan akuntabilitas yang efektif yang sedang berlangsung.


Untuk menekan resiko-resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta terhadap lingkungan seperti yang dijelaskan dalam langkah-langkah yang telah disebutkan di atas perlu disusun suatu strategi yang dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada :
§  Identifikasi terhadap timbulnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat kecelakaan, seperti:
-       Biaya pengobatan, pengurusan kecelakaan dsb.
-       Biaya akibat tertundanya skedul pekerjaan.
§  Perlindungan personil melalui peralatan proteksi diri (Personil Protective Equipment, PPE).
§  Pencegahan, pengendalian, pembatasan dan penyebaran terjadinya kebakaran.
§  Rencana kesiapan tangga darurat.
§  Asesmen konsekuensi akibat kerusakan yang ditimbulkan.
§  Meminimalkan inventaris
§  Merancang tata-letak plant atau area proses yang tepat
§  Mengoptimalkan lokasi dari potensi bahaya yang mungkin terjadi
§  Mengontrol terlepasnya gas dan cairan
Pendekatan dan strategi di atas akan dievaluasi dalam studi Penilaian Resiko Kualitatif (QRA).  Kuantifikasi/penilaian bahaya harus mengidentifikasikan ukuran, jangka waktu, tingkat pelepasan dan intensitas semua kasus kebakaran besar, guna menentukan filosofi manajemen penanganan resiko bahaya yang sesuai untuk diterapkan di semua kasus. Secara umum, metode/ perangkat lunak yang sudah disetujui dapat digunakan untuk tujuan ini.
Identifikasi semua  hal yang berpotensi menyebabkan kegagalan dan menggabungkan antara desain teknis dan prosedur operasional yang tepat dalam menghadapi setiap resiko harus dilakukan.  Metode untuk mengidentifikasi kegagalan salah satunya adalah studi Hazard Identification (HAZID).  Hasil identifikasi ini, kemudian diverifikasi menggunakan studi Hazard and Operability (HAZOP).  Studi – studi tersebut harus meliputi topik sebagai berikut :
§  Dampak  Kebakaran
§  Dampak Lingkungan
§  Dampak  Kesehatan
§  Kebocoran Penyimpanan Bahan Berbahaya
§  Kelebihan Tekanan
§  Ledakan
§  Kegagalan Isolasi
Dokumen ini berisi tentang garis besar tindakan darurat dan strategi pengontrolan keselamatan secara menyeluruh, beserta ketentuan fungsional, sebagai berikut ini :
§  marancang tata letak yang aman (sesuai peraturan yang berlaku)
§  mengontrol sumber pengapian
§  menyediakan sistem pelindung kebakaran yang aktif
§  menyediakan sistem deteksi gas dan kebakaran
§  menyediakan alarm dan komunikasi untuk keadaan darurat














BAB II
DASAR HUKUM DAN PERATURAN


Dalam penyusunan HSE harus mempertimbangkan dan mengacu pada pada dasar hukum dan peraturan-peraturan yang ada dan terkait seperti Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku saat ini seperti spesifikasi penangkal petir, hukum dan regulasi Indonesia, panduan organisasi buruh internasional (ILO), regulasi administrasi kesehatan dan keselamatan kerja, serta standard yang relevan.

2.1.     Undang-Undang dan Peraturan Nasional

1.     Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. :Per. 02/Men/1989 Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
2.     Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3.     Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
4.     Keputusan Gabungan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum, No. 174/MEN/1986, NO. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan kontruksi.
5.     Peraturan pemerintah provinsi Semarang Tengah No. 1 tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan di Provinsi Semarang Tengah.
6.     Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990 tentang Baku Mutu Air Bersih.
7.     Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
8.     Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, No. 103.K/088/M.PE/1994 tentang Pengawasan Pelaksanaan Rencana Pengolahan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
9.     Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
10.   Keputusan Menteri Tenaga Lingkungan Hidup No. 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
11.   Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
12.   Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
13.   Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja.

14.   Peraturan Pemerintah, No. 41 tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
15.   Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tembat Kerja
16.   Keputusan Gubernur Semarang Tengah No. 8 tahun 2001 tentang Standar Ambien untuk Semarang Tengah.
17.   Hukum dan Perundangan relevan lainnya tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.2.    Standarisasi

  1. NFC 17-102              Skylance Lighting Conductor
  2. IEC 62305                 Proteksi External
  3. IEC TC                       Proteksi
  4. DIV VDE 0185          Proteksi
  5. IEC 1024-1.               Proteksi
  6. IEC TC 81                 Lightning Protection Zones (LPZ)
  7. NFPA – 20                  Stationary Fire Pump for Fire Protection 1999
  8. NFPA – 72                  Fire Alarm Code
  9. ILO – OSH 2001         Guidelines on Work Safety and Health Management System
  10. US OSHA ch. 1904    Recording and Reporting Work Injuries and dilness
  11. US OSHA ch. 1910    Work Safety and Health Standard
  12. US OSHA ch. 1926    Safety and Health Regulations for Contruction





2.3.    Dokumen HSE – Proyek Penangkal Petir
Dokumen untuk bidding / tender pada proyek pembangunan Water Treatment Plant (IPP) dan Water Injection Plant () di Lapangan Kawengan Field Cepu.
1.      KW – IPP – G – 05 – 001              Filosofi HSE
2.      KW – IPP – G – 05 – 002              Studi Hazid dan Hazop
3.      KW – IPP – G – 05 – 003              Keselamatan dalam Design dan Pencegahan Kerugian
4.      KW – IPP – G – 05 – 004              Sistem Management Lingkungan
5.      KW – IPP – G – 05 – 005              Rencana Tanggap Darurat
6.      KW – IPP – G – 05 – 006              System Pemadaman dan Peralatan Pelindung Kebakaran
7.      KW – IPP – G – 05 – 007              Studi Pengurangan Kebisingan
8.      KW – IPP – G – 05 – 008              Sistem Management Kesehatan dan Keselamatan Kerja
9.      KW – IPP – G – 05 – 009              Alat Pelindung Diri



















BAB III
TERMINOLOGI


Berikut definisi, istilah-istilah maupun singkatan yang ada yang akan dipakai dalam seluruh pelaksanaan projek :
1.    PT ASKES (PERSERO) Region Semarang yang selanjutnya disebut PT ASKES (dalam dokumen ini adalah pemilik projek.
2.    KONTRAKTOR diartikan sebagai pihak yang diberi tugas dan wewenang melakukan pekerjaan proyek Pengadaan, Pembelian, Konstruksi dan Penyerahan proyek atas nama PT ASKES (PERSERO).
3.    Vendor/pabrik/sub-kontraktor diartikan sebagai pihak yang membuat dan memasok peralatan serta jasa yang diperlukan untuk menjalankan proyek ditugaskan oleh kontraktor atau PT ASKES (PERSERO).
4.    HSE (health, safety and environment) adalah program dalam pelaksanaan pekerjaan yang memperhatikan aspek kondisi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan kerja serta aspek perlindungan terhadap lingkungan. Untuk selanjutnya HSE dalam proyek ini diistilahkan sebagai K3LL (Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan).
ALARP            As Low As Reasonably Practicable
EERA              Escape Evacuation and Rescue Analysis
EIA                  Environmental Impact Assessment
ESD                Emergency Shutdown
FGS                Fire & Gas System
FEA                 Fire and Explosion Analysis
HAZID             Hazard Identification
HAZOP           Hazard and Operability
HSE                Health, Safety and Environment
LEL                 Lower Explosive Limit
NFPA              National Fire Protection Association
PFP                 Passive Fire Protection
PRA                Preliminary Risk Analysis
QRA               Qualitative Risk Analysis

BAB IV
TUJUAN DAN SASARAN HSE


Tujuan dan sasaran program HSE (Health, Safety and Environment )dalam proyek pengadaan IPP  Lapangan Kawengan Field Cepu dapat dijelaskan  sebagai berikut:
4.1     Aspek Kesehatan Kerja
§  Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT ASKES (PERSERO) dalam hal kesehatan kerja.
§  Melakukan aktifitas projek penyediaan IPP yang meliputi perancangan, engineering, pengadaan, pembelian, konstruksi dan penyerahan proyek dengan memperhatikan apek kesehatan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait (konsumen dan public).
§  Membuat dan memperbaruhi berbagai prosedur dan urutan pengoperasian alat / suatu sistem, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang sehat
4.2     Aspek Keselamatan
§  Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT ASKES (PERSERO) dalam hal keselamatan kerja.
§  Melakukan aktifitas projek penyediaan IPP yang meliputi perancangan, engineering, pengadaan, pembelian, konstruksi dan penyerahan proyek dengan memperhatikan apek keamanan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait (konsumen dan public).
§  Memberikan petunjuk pengoperian plant yang bertujuan untuk berperilaku aman
§  Mengidentifkasi dan menganalisa adanya bahaya bahaya untuk menghilangkan dan atau meminimasi kegiatan-kegiatan yang tidak aman sebelum hal-hal tersebut terjadi dan dapat mengancam keselamatan.
§  Untuk memastikan bahwa alat / sistem pengaman yang telah diterapkan telah sesuai dan cukup untuk membantu mencegah terjadinya kecelakaan serta mengurangi kemungkinan terjadinya shutdown yang tidak terjadwal.
§  Menyediakan cara atau metode penyelamatan diri dan evakuasi darurat jika terjadi bahaya.


4.3    Aspek Lingkungan
§  Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT ASKES (PERSERO) dalam hal perlindungan lingkungan.
§  Melakukan aktivitas projek penyediaan IPP  yang meliputi perancangan, engineering, pengadaan, pembelian, konstruksi dan penyerahan proyek dengan memperhatikan apek keamanan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait (konsumen dan publik).
§  Meminimalkan dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan operasi
§  Meminimalkan potensi polusi lingkungan  (udara, air dan tanah) sebakai akibat kecelakaan operasi seperti tumpahan, venting, atau flaring dari hazardous material.
§  Mengembangkan kesadaran akan rancang bangun dalam penanganan limbah, pengendalian polusi dan masalah lingkungan lainnya.
§  Menghemat dan mengurangi konsumsi sumber daya energi, air dan udara



















BAB V
KETENTUAN – KETENTUAN


5.1.   Ketentuan Umum
5.1.1 Kebijakan PT ASKES (PERSERO)
PT ASKES (PERSERO) berkomitmen untuk mematuhi semua Undang-undang dan peraturan lingkungan yang berlaku, dan akan meningkatkan kepedulian lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, konsumen dan masyarakat sekitar secara berkelanjutan. memiliki komitmen untuk secara berkelanjutan meningkatkan kinerja mereka di bidang lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan melalui kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian integral dari sasaran sukses jangka panjang perusahaan. Lebih lanjut PT ASKES (PERSERO) mengambil semua langkah-langkah praktis untuk menghilangkan atau mengurangi pengaruh negatif karyawan untuk kondisi yang mempengaruhi keselamatan atau kesehatan mereka di tempat kerja. Oleh karena itu, PT ASKES (PERSERO) menetapkan kebijakan sebagai berikut:
§  Mematuhi undang-undang dan standard K3LL.
§  Meningkatkan budaya kerja K3LL dengan cara mengembangkan kepedulian karyawan dan KONTRAKTOR serta masyarakat di sekitar area operasi.
§  Menerapkan Sistem Pengelolaan K3LL secara konsisten.
§  Menjadikannya kinerja K3LL sebagai suatu indikator kinerja karyawan dan merupakan system remunerasi yang dapat diterapkan ke semua karyawan.
§  Mengintegrasikan aspek-aspek K3LL dalam aktivitas operasional mulai dari tahap awal perencanaan/engeneering/konstruksi, operasi, sampai ke pasca operasi.
§  Meminimalkan produksi limbah padat, cair dan gas, serta meningkatkan kualitas pemrosesan limbah dan upaya konservasi energi.
§  Mengembangkan perilaku cepat tanggap bertindak dalam mengantisipasi kondisi darurat dan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam rangka mengamankan aset-aset perusahaan.
§  Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan yang harmonis dengan institusi-institusi pemerintah, universitas, para konsumen, dan masyarakat setempat di sekitar lokasi proyek dalam rangka meningkatkan citra perusahaan.

5.1.2  Metodologi Implementasi HSE
Untuk mengimplemantasikan konsep HSE studi yang digunakan meliputi:
§   Studi Hazard and Operability (HAZOPS)
§   Studi Hazard Identification (HAZID)
§   Studi penilaian resiko kualitatif (Qualitative Risk Assessment, QRA)
§   Analisa Tentang Dampak Lingkungan
§   Klasifikasi Area Hazard
5.1.3  Identifikasi dan Penilaian Bahaya
Identifikasi dan penilaian bahaya mendasarkan hal-hal berikut:
§   Kuantifikasi bahaya harus mengidentifikasi ukuran dan jangka waktu, sebagai dasar penanganan resiko bahaya untuk diterapkan di semua kasus.
§   Memeriksa kemungkinan penyimpangan berbagai kondisi operasi dan hazard yang ada dalam proses dengan menggunakan metodologi identifikasi masalah secara lebih efektif dengan tujuan yang lebih luas ( tidak hanya memusatkan perhatian pada berbagai masalah yang berkaitan dengan keselamatan saja).
§   Identifikasi hazard lebih dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan( perlindungan K3LH).
§   Identifikasi operability dimaksudkan agar proses dapat berjalan normal sehingga mengurangi / menghilangkan kemungkinan terjadinya kecelakaan serta dapat meningkatkan plant performance (product quality, production rate).
§   Untuk memastikan bahwa alat / sistem pengaman yang telah diterapkan telah sesuai dan cukup untuk membantu mencegah terjadinya kecelakaan serta mengurangi kemungkinan terjadinya shutdown yang tidak terjadwal.
§   Untuk penghematan biaya (khususnya pada proses / plant yang baru dibangun ), sehingga perubahan / improvisasi aliran proses yang dilakukan pada masa yang akan datang dapat lebih efisien.
§   Semua yang berpotensi menyebabkan kegagalan dan bahaya harus diidentifikasi melalui design teknis dan prosedur operasional.
§   Elemen yang dapat mengakibatkan kegagalan harus diidentifikasi dan dirancang tindakan preventif yang tepat sesuai standard.
Terdapat berbagai macam kejadian bahaya besar, misalnya ledakan gas dan kebakaran, yang berpotensi merusak instalasi dan fasilitas di sekelilingnya. Kejadian tersebut dapat dikelompokan sebagai kecelakaan ekstrim, dimana rancang bangun fasilitas yang mampu bertahan terhadap kejadian semacam itu tidaklah dianggap menguntungkan dari sudut pandang analisa ekonomis. Sasaran yang lebih tepat adalah mengurangi resiko kejadian kecelakaan semacam itu ke tingkat serendah mungkin yang masih dapat ditolerir (ALARP). ALARP dapat dicapai dengan cara :
§   Perancangan tata letak plant atau area proses yang tepat:
§   Mengoptimalkan lokasi dari potensi bahaya yang mungkin terjadi
§   Mengontrol terlepasnya gas dan cairan
§   Mengontrol penyebaran kobaran api
Dalam dokumen ini, yang digambarkan merupakan tindakan secara garis besar mengenai tindakan darurat dan metode pengontrolan keselamatan secara menyeluruh, beserta ketentuan fungsional, diantaranya adalah:
§   Rancangan tata letak yang aman (sesuai peraturan yang berlaku)
§   Kontrol sumber pengapian
§   Sistem Pelindung kebakaran yang aktif
§   Sistem Deteksi gas dan kebakaran
§   Alam dan komunikasi untuk keadaan darurat

5.2.   Ketentuan Khusus
5.2.1 HAZOPS (Hazard and Operability Studies)
        Salah satu metode teknik identifikasi bahaya yang sistematis, teliti dan terstruktur untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang mengganggu jalannya proses dan risiko -risiko yang terdapat pada suatu peralatan yang dapat menimbulkan risiko merugikan bagi manusia/ atau fasilitas plant pada lingkungan atau sistem yang ada.  Dengan kata lain, metode ini digunakan sebagai upaya pencegahan, sehingga proses yang berlangsung disuatu plant/ sistem dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Safety Enginer Career Workshop (2003), Phytagoras Global Development mendefinisikan asal kata hazops berasal dari kata hazard dan operability studies sebagai berikut:
§  Hazard: Kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan kerugian/ kecelakaan bagi manusia, dan atau kerusakan alat/ bangunan, atau lingkungan.
§  Operability study: Beberapa bagian kondisi operasi yang sudah ada dan dirancang namun kemungkinan dapat menyebabkan shutdown dan / menimbulkan rentetan insiden yang merugikan dan akan dilakukan perbaikan perancangan untuk mencegah insiden.
Safety Enginer Career Workshop (2003), Phytagoras Global Development menyatakan karakteristik metode HAZOPS adalah sebagai berikut:
§  Sistematis, penilaiannya sangat terstruktur mengandalkan pada penggunaan kata bantu ( guide words) dan team brainstorming untuk proses peninjauan secara komprehensif serta memastikan sistem/alat pengaman pencegah kecelakaan sudah cukup dan terpasang pada tempat yang sesuai.
§  Dilakukan oleh suatu kelompok yang terdiri dari multidisiplin keahlian dan pengalaman.
§  Dapat diterapkan pada setiap sistem atau prosedur.
§  Kebanyakan digunakan sebagai sistem pemeringkatan teknik penilaian risiko (risk assesment).
Utamanya menghasilkan kesimpulan laporan yang bersifat kualitatif , meskipun demikian beberapa dasar kuantitatif juga sangat dimungkinkan
a.    Studi HSE
Untuk mencapai konsep HSE, beberapa studi yang telah disebutkan pada sub bab 5.1.2. harus dilakukan oleh kontraktor baik akan dilakukan sendiri atau menujuk badan independent lain.
b.    Studi HAZID
Semua potensi penyebab kegagalan  diidentifikasi dengan studi Hazard Identification (HAZID) . HAZID adalah suatu teknik untuk mengenali secara dini setiap resiko dan ancaman bahaya potensial. Teknik ini harus dilakukan sejak fase engeneering design jika process flow diagram (PFD) sudah tersedia, agar resiko bahaya utama terhadap Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan dapat dikenali dari awal. Dengan demikian mampu memberikan masukan pada keputusan-keputusan pengembangan proyek. Lebih lanjut, hal ini memungkinkan dibuatnya suatu desain yang lebih aman dan hemat biaya dengan resiko minimal akibat perubahan desain.
c.    Studi Penilaian Resiko Kualitatif (Qualitative Risk Assessment, QRA)
Studi Penilaian Resiko Kualitatif  (QRA)  bertujuan  untuk mengkaji dampak keseluruhan pada fasilitas dan area sekelilingnya secara kumulatif dengan mempertimbangkan kejadian kegagalan individual dan menentukan akibat dan frekuensi kegagalan semacam itu.
Pada awalnya, proses akan dinilai dan suatu daftar potensi bahaya disusun. Daftar yang dipilih harus lengkap dengan mengikutsertakan resiko bahaya yang paling mungkin dan paling buruk. Studi QRA yang lengkap harus dibuat selama fase engeneering terinci jika semua rincian tentang peralatan dan item vendor/kontraktor telah tersedia. Hasil dan rekomendasi dari studi QRA  harus diterapkan dalam desain fasilitas proyek.
5.2.2 Klasifikasi Area Berbahaya
Klasifikasi area berhahaya bertujuan  untuk mendefinisikan zona berbahaya sesuai kemungkinan terjadinya ledakan gas/campuran udara. Lebih lanjut, hal ini dapat digunakan untuk:
§  Pemilihan  peralatan listrik yang sesuai untuk digunakan pada tiap zona
§  Penentuan  sumber percikan api terpisah lokasinya dari sumber gas mudah terbakar.
§  Penentuan  lokasi jalan yang diperlukan untuk keluar dari zona berbahaya.
5.2.3 Perancangan dan Pengendalian Bahaya
Secara umum perancangan untuk pengendalian bahaya pada kegiatan IPP  dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.    Mengurangi kemungkinan kebocoran gas
Kebocoran gas dapat dikurangi atau diminimalkan dengan:
§   Meminimalkan jumlah potensi sumber kebocoran yang biasa terjadi (misalnya pada flange, pompa dan valve).
§   Menggunakan komponen berkualitas tinggi dan sesuai dengan standar.
§   Merancang system yang mudah perawatannya.
b.    Mengurangi kemungkinan percikan api setelah terjadi kebocoran,
Percikan api setelah terjadi kebocoran dapat dikurangi dengan:
§   Menyediakan ventilasi & system drainase yang efektif untuk memindahkan atau menghilang fluida yang mudah terbakar bocor.
§   Mengurangi kuantitas kebocoran dengan menggunakan system deteksi kebocoran dini yang efektif pada proses pengolahan.
§   Mengisolasi sumber potensi percikan yang telah diidentifikasi (misalnya peralatan elektronik) saat pendeteksian gas.
c.    Mengurangi konsekuensi terbakarnya cairan/gas yang terlepas/bocor,
Akibat yang muncul karena terjadinya kebakaran cairan/gas yang bocor dapat dikurangi dengan:
§   Menggunakan Emergency Shut Down (ESD) otomatis untuk deteksi dini kebakaran.
§   Menerapkan proteksi kebakaran pasif pada bangunan/struktur dan peralatan penting yang diharuskan mampu menahan panas api.
§   Menyediakan ventilasi yang efektif yang dapat menyalurkan ledakan akibat kelebihan tekanan, serta merancang struktur dan peralatan yang penting agar mampu bertahan saat terjadi ledakan.
§   Menyediakan system alarm dan komunikasi darurat yang efektif dan handal.
§   Menyediakan rute penyelamatan diri serta sistem evakuasi yang efektif.
5.2.4 Analisa Tentang Dampak Lingkungan
Studi  analisa tentang dampak lingkungan yang dilaksanakan untuk proyek ini mencakup pembahasan topik-topik di bawah ini :
§  Emisi bahan gas (terutama gas rumah kaca)
§  Pembuangan Limbah Cair
§  Pembuangan limbah padat
§  Kebisingan
§  Udara/air/tanah
§  Lingkungan flora/fauna
§  Penggunaan Tanah
§  Aspek social-ekonomi
Studi tersebut harus memenuhi persyaratan pada semua peraturan yang berlaku di Indonesia































BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk :
§   Memahami persyaratan sistem manajemen lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja tentang identifikasi bahaya/dampak lingkungan, penilaian dan pengendalian resiko seperti ISO-14001, OHSAS 18001, SMK3, Process Safety Management (PSM), dan lainnya.
§   Memahami prinsip-prinsip dan metode-metode untuk penilaian dan pengendalian resiko.
§   Dapat melakukan identifikasi bahaya atau dampak lingkungan, penilaian dan pengendalian resiko dengan metode-metode yang umum digunakan.
§   Dapat menggunakan aplikasi komputer (database system) untuk Risk Assessment & Management, HAZOPS dan Job Safety Analysis.
Kontraktor harus memastikan bahwa prosedur sudah tersedia saat pelaksanaan pekerjaan untuk kontrol keselamatan dan kesehatan kerja sehingga :
a.      sesuai dengan standar nasional atau internasional yang diakui untuk keselamatan dan kesehatan yang berlaku untuk proyek ini;
b.      mendorong terciptanya dan terpeliharanya pendekatan yang bertanggung Semarangb atas kesejahteraan dan keselamatan pihak yang dipekerjakan oleh kontraktor dan PT ASKES (PERSERO) selama perancangan/desain perencanaan, pengadaan, dan konstruksi proyek.
c.      mengizinkan personil PT ASKES (PERSERO) untuk memonitor dan mengaudit pelaksanaan dan kesuksesan prosedur, dan
d.      melindungi anggota masyarakat umum yang dapat terpengaruh oleh pelaksanaan Proyek.
e.      memastikan tingkat kematian Serendah Mungkin yang Wajar (ALARP) dengan target angka kematian nol sebagai sasaran, di mana angka aktual kematian per satu juta jam kerja tidak boleh melampaui 0,075.



1.2     Dasar Studi
Managemen adalah pencapaian tujuan dari seluruh komitmen dan kebijakan.  Untuk mencapai tujuan tersebut maka fungsi managemen dibagi menjadi :
a.      Planning (Perencanaan)
       Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.      Organizing (organisasi)
Perlunya dibentuk suatu komisi K3LL yang tugasnya meliputi :
1.   Menyusun garis besar pedoman K3LL
2.   Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan K3LL
3.   Memantau pelaksanaan pedoman K3LL
4.   Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari Proyek IPP .
c.    Actuating (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program K3LL sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap personil yang bekerja di IPP  wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut.
d.      Controlling (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip                       pokok, yaitu :
a.   adanya rencana
b.   adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada             bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan  demi keselamatan kerja bersama. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam proyek ini perlu dibentuk pengawasan yang tugasnya antara lain :
1.    Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek - praktek yang baik, benar dan aman
2.    Memastikan seluruh personil memahami cara – cara menghindari risiko bahaya
3.    Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan
4.    Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
5.    Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut















BAB II
DASAR HUKUM DAN STANDAR

        
Dalam penyusunan sistem manajemen  HSE harus mempertimbangkan dan mengacu pada spesifikasi PT ASKES (PERSERO), hukum Indonesia, peraturan dan standar lain yang relevan, Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. :Per. 02/Men/1989 Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, dan Peraturan Kantor Keselamatan dan Regulations of Occupational Safety and Health Administration of USA (US-OSHA).
              i.      Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. :Per. 02/Men/1989 Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
             ii.      Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
            iii.      Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
           iv.      Keputusan Gabungan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum, No. 174/MEN/1986, NO. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat kegiatan kontruksi.
            v.      Peraturan pemerintah provinsi Semarang Tengah No. 1 tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan di Provinsi Semarang Tengah.
           vi.      Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990 tentang Baku Mutu Air Bersih.
          vii.      Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
         viii.      Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, No. 103.K/088/M.PE/1994 tentang Pengawasan Pelaksanaan Rencana Pengolahan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
           ix.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
            x.      Keputusan Menteri Tenaga Lingkungan Hidup No. 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
           xi.      Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
          xii.      Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
         xiii.      Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja.

         xiv.      Peraturan Pemerintah, No. 41 tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
          xv.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tembat Kerja
         xvi.      Keputusan Gubernur Semarang Tengah No. 8 tahun 2001 tentang Standar Ambien untuk Semarang Tengah.
        xvii.      Hukum dan Perundangan relevan lainnya tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
b.      Peraturan pemerintah /otoritas yang berlaku yang relevan.
            IEC 62305                 Proteksi External
            IEC TC                       Proteksi
            DIV VDE 0185          Proteksi
            IEC 1024-1.               Proteksi
            IEC TC 81                 Lightning Protection Zones (LPZ)
            NFPA – 20                  Stationary Fire Pump for Fire Protection 1999
            NFPA – 72                  Fire Alarm Code
            ILO – OSH 2001         Guidelines on Work Safety and Health Management                                                System
            US OSHA ch. 1904    Recording and Reporting Work Injuries and dilness
            US OSHA ch. 1910    Work Safety and Health Standard
            US OSHA ch. 1926    Safety and Health Regulations for Contruction





Persyaratan PT ASKES (PERSERO)
(a)  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
(b)  Standar dan Petunjuk PT ASKES (PERSERO) tentang Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan
(c)  Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 14001.

























BAB III
PEDOMAN LINGKUNGAN


Kontraktor (pekerja tidak langsung) mempunyai resiko lebih besar dalam hal tingkat fatalitas dan kemungkinan cidera, sementara kontraktor tentu saja bertanggung Semarangb penuh untuk keselamatan mereka sendiri, diperlukan adanya tanggung Semarangb Manajemen yang lebih jelas untuk menjamin bahwa kotraktor-kotraktor tersebut benar-benar sadar akan resiko kerja di lapangan dan secara bersama menjamin bahwa kontraktor tersebut melakukan pekerjaan dengan cara yang aman dan bertanggung Semarangb.  Sehingga kontraktor harus menyiapkan EMS yang harus mencakup tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:
a.         Kebijakan Lingkungan
b.         Perencanaan :
§   Identifikasi aspek lingkungan
§   Kepatuhan pada Hukum dan Persyaratan Lain
§   Tujuan dan sasaran lingkungan
§   Persiapan Program Manajemen Lingkungan
c.         Implementasi :
§   Struktur dan tanggung Jawab PT ASKES
§   Pelatihan, kesadaran, dan kompetensi
§   Komunikasi
§   Dokumentasi
§   Pengendalian dokumen
§   Pengendalian operasi
§   Kesiapan dan respons darurat
d.         Tindakan Korektif dan Pemeriksaan :
§   Pemantauan dan pengukuran
§   Ketidaksesuaian serta tindakan korektif dan preventif
§   Rekaman/ catatan
§   Audit
e.         Tinjauan Manajemen



3.1     Persyaratan umum tentang program manajemen lingkungan
Berikut masalah – masalah lingkungan yang berpotensi terkait dengan proyek IPP  :

1.  Tempat kerja
·         Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih tinggi dari pada hangunan sekitarnya seperti: menara-menara, cerobong, silo, antena pemancar, monumen dan lain-lain;
·         Bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan bahan yang mudah meledak atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak dan lain-lain;
·          Bangunan untuk kepentingan umum seperti: tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, gedung pertunjukan, hotel, pasar, stasiun, candi dan lain-lain;
·         Bangunan untuk menyimpan barang barang yang sukar diganti seperti: museum, perpustakaan, tempat penyimpanan arsip dan lain-lain;
·         Daerah-daerah terbuka seperti: daerah perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah Raga dan tempat-tempat lainnya. (2)Penetapan pemasangan instalasi pcnyalur petir pada tempat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan memperhitungkan angka index seperti tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Menteri ini.











BAB IV
SISTEM MANAJEMEN HSE



Sistem Manajemen  HSE  merupakan  bagian dari sistem manajemen kontraktor keseluruhan yang mencakup kebijakan, organisasi, perencanaan, dan penerapan, evaluasi, dan tindakan perbaikan.

4.1    Kebijakan
4.1.1 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
a.      Kontraktor harus menetapkan  dan memelihara suatu kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi, yang harus :
§   tertulis, dan dijadikan komitmen dalam manajemen kontraktor;
§   dikomunikasikan pada semua orang dalam proyek tersebut;
§   direvisi untuk kesesuaian secara berkelanjutan.
b.      Kebijakan K3 harus mencakup prinsip-prinsip utama/kunci dan objektif pada komitmen kontraktor :
§   melindungi keselamatan dan kesehatan kerja semua anggota organisasi dengan mencegah cedera akibat kerja, sakit, sumber penyakit, dan insiden ;
§   mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan K3 Indonesia yang relevan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja PT ASKES (PERSERO);
§   memastikan bahwa pekerja dan perwakilannya disarankan dan didorong untuk berpartisipasi secara aktif dalam elemen K3 dan persyaratan lain yang dianut kontraktor;
§   secara terus menerus meningkatkan kinerja sistem manajemen K3.
c.      Sistem manajemen K3 harus kompatibel dengan atau terintegrasi kepada sistem manajemen lainnya.

1.1.2  Partisipasi Pekerja
§   Partisipasi pekerja merupakan elemen penting dalam sistem manajemen K3 dalam suatu organisasi.
§   para pekerja dan representatif/perwakilan keselamatan dan kesehatan kerjanya telah dikonsultasikan, diberitahu dan dilatih mengenai semua aspek K3, termasuk proses persiapan tanggap darurat sesuai dengan pekerjaanya.
§   Para  pekerja dan para representatif/perwakilan keselamatan dan kesehatan kerja mereka agar mempunyai waktu dan sumber daya untuk berpartisipasi aktif dalam proses organisasi, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, serta tindakan untuk perbaikan sistem manajemen K3.
§   komite keselamatan dan kesehatan kerja dan pemahaman  berfungsi secara efektif oleh para pekerja dan wakilnya sesuai dengan hukum nasional dan praktek yang berlaku.

1.2     Pengorganisasian
4.2.1 Tanggung Semarangb dan akuntabilitas
§   Kontraktor bertanggung Semarangb menyeluruh pada perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pekerja, dan menyediakan kepemimpinan pada kegiatan K3 dalam organisasi maupun pengawasan di tempat kerja.
§   Kontraktor harus membagi tanggung Semarangb, akuntabilitas, dan otoritas untuk pengembangan, implementasi dan pelaksanaan sistem manajemen K3 dan pencapaian tujuan K3 yang relevan.
§   Kontraktor harus menunjuk satu orang atau lebih untuk merencanakan dan memastikan berjalannya semua aturan keselamatan dan kesehatan kerja.
4.2.2 Kompetensi dan Pelatihan
§   Kontraktor harus menentukan persyaratan kompetensi K3 yang diperlukan, dan harus menetapkan serta  menjalankan/memelihara prosedur-prosedur untuk memastikan bahwa semua orang berkompeten untuk melak­sanakan aspek kesela­matan dan kesehatan kerja dari tugas dan tanggung Semarangbnya.
Standar kompetensi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan dengan :
a. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada.
b. Memeriksa uraian tugas dan jabatan.
c. Menganalisis tugas kerja.
d. Menganalisis hasil inspeksi dan audit.
e. Meninjau ulang laporan insiden.
§   Kontraktor harus memiliki kompetensi K3 yang cukup untuk mengidentifikasi dan menghilangkan atau mengendalikan hazard dan resiko yang terkait dengan pekerjaannya.
§   Kontraktor harus menyiapkan program pelatihan.
§   Kontraktor harus menyediakan pelatihan untuk semua anggota organisasi.
4.2.3  Sistem Dokumentasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a.      Kontraktor harus menetapkan dan mempertahankan dokumentasi sistem manajemen K3.
b.      Kontraktor harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk mengendalikan semua dokumen.
c.      Kontraktor harus menetapkan, mengelola, dan menyimpan catatan K3.
Catatan K3 dapat mencakup :
a.      Persyaratan ekstemal/peraturan perundangan dan internal/indicator kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
b.      Izin kerja.
c.      Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi.
d.      Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
e.      Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.
f.       Pemantauan data.
g.      Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut.
h.      Identifikasi produk termasuk komposisinya.
i.        Informasi mengenai pemasok dan kontraktor.
j.        Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3.
4.2.4  Komunikasi
Kontraktor harus membuat dan mengatur prosedur untuk ;
§   menerima, mendokumen­tasikan, dan merespon komunikasi internal dan eksternal yang berkaitan  dengan K3;
§   Menjamin komunikasi internal mengenai K3 antara tingkat dan fungsi yang relevan dari suatu organisasi; dan
§   Menjamin bahwa kepedulian, ide, dan masukan dari pekerja mengenai masalah K3 diterima, dipertimbangkan, dan direspon.

4.3     Perencanaan dan Implementasi
4.3.1  Pembahasan Awal
a.      Kontraktor harus menyediakan pembahasan awal sebagai dasar untuk menetapkan sistem manajemen K3.
b.      Pembahasan awal harus :
§   mengidentifikasi hukum dan peraturan perundang - perundangan nasional yang berlaku, panduan nasional, panduan khusus, program tambahan dan persyaratan PT ASKES (PERSERO);
§   mengidentifikasi, mengantisipasi, dan menelaah hazards dan resiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang timbul dari lingkungan kerja dan organisasi kerja yang diajukan;
§   menentukan apakah sistem kontrol yang direncanakan cukup untuk meminimalisasi bahaya atau mengendalikan resiko; dan
§   menganalisa data yang disediakan dari hasil survey kesehatan karyawan.
c.    Hasil dari pembahasan awal adalah:
§   didokumentasikan;
§   menjadi dasar untuk mengambil keputusan mengenai pelaksanaan sistem manajemen; dan
§   menyediakan rona awal dimana peningkatan berkelanjutan sistem manajemen K3 organisasi dapat diukur.
4.3.2  Sistem perencanaan, pengembangan, dan implementasi
a.      Tujuan perencanaan adalah untuk menghasilkan sistem manajemen K3 yang mendukung:
§   Sebagai syarat minimum, kesesuaian dengan hukum dan peraturan nasional;
§   Elemen sistem manajemen K3 dari organisasi; dan
§   Peningkatan berkelanjutan dalam kinerja K3.
b.      Kontraktor harus mengatur rencana K3, berdasarkan hasil pembahasan awal, pembahasan berikutnya dan data lain yang tersedia. Pengaturan perencanaan ini harus terkontribusi pada perlindungan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, dan harus mencakup :
§   definisi yang jelas, prioritas dan kuantifikasi, bila perlu, sesuai dengan tujuan organisasi K3 ;
§   persiapan rencana untuk mencapai masing-masing tujuan, dengan tanggung Semarangb yang ditentukan dan kriteria kinerja yang jelas yang menunjukkan apa yang harus dilakukan, oleh siapa, dan kapan;
§   pemilihan kriteria pengukuran untuk memastikan bahwa tujuan telah tercapai ; dan
§   penyediaan sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia dan keuangan, dan dukungan teknis, bila diperlukan.
c.      Kontraktor harus mencakup pengembangan dan implementasi pada semua sistem manajemen K3 dalam merencanakan pengaturan organisasi.
4.3.3Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Penetapan  tujuan K3 harus dapat diukur, konsisten dengan kebijakan K3 dan berdasarkan pada pembahasan awal atau berikutnya. Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi:
a. Dapat diukur.
b. Satuan / Indikator pengukuran.
c. Sasaran Pencapaian
d. Jangka waktu pencapaian.
Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan.
4.3.4 Pencegahan Bahaya
Tindakan pencegahan dan pengendalian
a.    identifikasi  hazards dan resiko bagi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, dan menelaah berdasarkan kondisi saat itu. Kontraktor harus menerapkan tindakan preventif dan protektif dengan prioritas berikut :
§   Meminimalkan bahaya /resiko
§   Mengendalikan bahaya /resiko di tempat, melalui pemakaian kendali PT ASKES (PERSERO) atau aturan organisasi
§   Meminimalkan bahaya/resiko dengan merancang sistem kerja yang aman; serta
§   Menyediakan peralatan pelindung diri yang sesuai dan menerapkan tindakan untuk memastikan pemakaian dan pemeliharaannya.
b.    penetapan  prosedur pencegahan dan pengendalian bahaya, yang harus :
§   Sesuai dengan bahaya dan resiko yang dihadapi kontraktor;
§   dipelajari dan dimodifikasi secara periodik;
§   mematuhi hukum dan peraturan nasional, dan persyaratan PT ASKES (PERSERO) dan
§   mempertimbangkan keadaan ilmu pengetahuan saat ini.
4.3.5 Manajemen Perubahan
a.      evaluasi  dampak K3 perubahan internal dan perubahan eksternal dan mengambil tindakan preventif yang sesuai sebelum perubahan dilaksanakan.
b.      identifikasi hazard tempat kerja dan penelaahan resiko sebelum memodifikasi/merubah atau introduksi metode kerja yang baru, material, proses,atau mesin.
c.      menginformasikan pada semua anggota organisasi terkait mengenai penerapan “keputusan untuk berubah”.
4.3.6  Pencegahan keadaan darurat, kesiapan, dan respon
a.      Penetapan  prosedur pencegahan, kesiapan, dan respon. Prosedur-prosedur ini harus mengidentifikasi potensi kecelakaan dan situasi darurat, dan menangani pencegahan resiko K3 yang terkait dengannya.
b.      Penentuan pencegahan kondisi darurat, pengaturan kesiapan dan respon bersama dengan pelayanan darurat eksternal dan badan lain sesuai keperluan.
4.3.7  Pengadaan
Kontraktor harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk menjamin:
§   kesesuaian dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja untuk organisasi, dievaluasi, dan disertakan dalam spesifikasi pembelian dan penyewaan;
§   hukum dan peraturan nasional dan persyaratan K3 organisasi sendiri diidentifikasi sebelum pengadaan barang dan layanan; dan
§   pengaturan dibuat untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan sebelum pemakaiannya.
4.3.8  Kontrak
Kontraktor harus membuat dan memelihara pengaturan untuk menjamin bahwa persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi diterapkan pada kontraktor dan pekerjanya.


4.4    Evaluasi
4.4.1 Pemantauan dan pengukuran kinerja
§   mengembangkan, menetapkan, dan secara periodik membahas prosedur untuk memantau, mengukur, dan mencatat kinerja K3.
§   mempertimbangkan tindakan kualitatif dan kuantitatif yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
4.4.2  Investigasi penyebab cedera
a.      Investigasi sumber dan penyebab cedera, kurang sehat, penyakit, dan insiden yang terkait dengan pekerjaan harus mengidentifikasi apakah ada kegagalan dalam sistem manajemen K3 dan harus didokumentasikan.
b.      Hasil investigasi harus dikomunikasikan pada orang yang tepat untuk diambil tindakan koreksi, yang termasuk dalam pembahasan manajemen dan dipertimbangkan untuk aktivitas peningkatan berkelanjutan.
c.      menerapkan tindakan korektif yang berasal dari Investigasi tersebut untuk menghindari pengulangan cedera kerja, sakit, sumber penyakit, dan insiden.
4.4.3  Audit
b.      menetapkan susunan untuk melaksanakan audit periodik untuk menentukan apakah sistem manajemen K3 dan elemen-elemennya sudah tersedia, tepat, dan efektif dalam melindungi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja dan mencegah insiden.
c.      mengembangkan kebijakan audit dan program, yang mencakup kompetensi auditor, cakupan audit, frekuensi audit, metodologi dan pelaporan audit.

4.4.4  Pembahasan Manajemen
a.      Kontraktor harus pada interval tertentu, membahas sistem manajemen K3 untuk menjamin kesesuaian, ketepatan, dan efektivitas berkelanjutan.
b.      Kontraktor harus mencatat temuan pembahasan manajemen.







4.5     Tindakan untuk perbaikan
1.5.1  Tindakan preventif dan korektif
Penetapan dan pelaksanaan  prosedur untuk tindakan preventif dan korektif yang berasal dari sistem manajemen K3, pemantauan dan pengukuran kinerja, dan sistem audit manajemen K3 dan pembahasan manajemen.
Apabila evaluasi sistem manajemen K3 atau sumber lain menunjukkan bahwa tindakan-tindakan preventif dan protektif terhadap bahaya dan resiko tidak tepat atau tidak sesuai, kontraktor harus mempelajari tindakan tersebut sesuai hierarki yang dikenal dari tindakan pencegahan dan kendali, dan dilengkapi serta didokumentasikan, sewajar mungkin dengan waktu teratur.
1.5.2  Tinjauan Ulang
         Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus meliputi:
a.    Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
b.    Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c.    Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d.    Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
1)      Perubahan peraturan perundangan.
2)      Tuntutan dari pihak yang tekait dan pasar.
3)      Perubahan produk dan kegiatan perusahaan.
4)      Perubahan struktur organisasi perusahaan.
5)      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi.
6)      Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja.
7)      Pelaporan.
8)      Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.
1.5.3  Peningkatan Terus Menerus
§   menetapkan dan menjalankan/memelihara pengaturan untuk peningkatan berkelanjutan dari elemen sistem manajemen K3 yang relevan dan sistem secara keseluruhan.
§   membandingkan proses keselamatan dan kesehatan kerja dan kinerja organisasi dengan yang lain untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.




















BAB V
KETENTUAN UMUM


5.1    Peralatan Penyelamatan dan Keselamatan
5.1.1 Umum
Perawatan  peralatan keselamatan dan penyelamat yang tepat diperlukan untuk evakuasi dan penyelamatan darurat. Suplai dan peralatan medis sesuai kebutuhan pada kondisi darurat harus disediakan, dalam kondisi kerja yang baik setiap waktu. Kontraktor harus menggunakan semua cara yang wajar untuk mengendalikan dan mencegah kebakaran dan ledakan yang dapat menyebabkan cedera pada personil dan kerusakan peralatan, aset dan lingkungan. Tanpa membatasi hal-hal di atas, kontraktor harus:
§   memelihara penghalang, guard rail, dan alat pengaman lain yang cukup untuk meminimalkan bahaya selama pelaksanaan pekerjaan;
§   menyiapkan dan memelihara rencana darurat tertulis yang berlaku untuk pekerjaan dan lokasi/daerah kerja, dan mengomunikasikannya ke semua orang di lokasi kerja, serta mempertahankan dokumentasi rencana tersebut pada semua orang dimaksud, salinan semu dokumen yang diperlukan harus diserahkan pada PT ASKES (PERSERO) bila diminta;
§   melaksanakan pengujian peralatan untuk memastikan bahwa peralatan, ditempatkan semestinya dan berada dalam kondisi operasi yang baik, dan semua orang dapat memberi respon pada situasi darurat dan dapat secara efektif mengoperasikan peralatan darurat yang diperlukan;
§   melarang merokok, nyala api terbuka, dam membawa korek api dan pemantik rokok kecuali di daerah yang khusus dinyatakan aman;
§   memelihara semua peralatan medis dan keselamatan dalam kondisi operasi yang baik setiap waktu, dan memastikan bahwa peralatan tersebut siap dipakai sewaktu-waktu;
§   menerapkan sistem prosedur Lock Out /Tag Out sesuai persyaratan PT ASKES (PERSERO) untuk semua pekerjaan dan peralatan yang dapat beroperasi secara tidak sengaja selama perbaikan /pemeliharaan.
§   menyiapkan laporan proses

5.1.2 Alat Pelindung Diri (APD)
§   Semua peralatan pelindung, termasuk peralatan pelindung diri untuk mata, muka, kepala, dan bagian tubuh penting lainnya, pakaian pelindung, alat pernafasan, dan perisai dan penghalang protektif, harus disediakan, digunakan, dan dijaga dalam kondisi bersih dan dapat diandalkan bila terjadi kondisi bahaya.
§   memastikan kecukupan peralatan pelindung diri, termasuk pemeliharaan dan sanitasi yang baik.
§   Semua peralatan pelindung diri harus dirancang aman dan dibuat sesuai untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
5.1.3 Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
§   Potensi bahaya kebakaran dalam daerah konstruksi harus diidentifikasi dengan baik.
§   Pemadam api jinjing dalam kondisi baik, harus disediakan untuk semua peralatan bergerak, seperti kendaraan, truk, cranes, kompresor, mesin lasi, pompa, dan sebagainya.
§   Kontraktor harus menyediakan peralatan pemadam api yang cukup untuk pemakaian di gedung, seperti selang air, nozel, fire boxes, fire blankets, dan sebagainya.
§   Kontraktor harus menyediakan peralatan pelindung terhadap api untuk semua bangunan konstruksi dan fasilitas langsung di bawah kendalinya.
§   Flash back arrestor harus disediakan untuk semua welding torches yang menggunakan oksigen dan asetilen untuk menghindari kebakaran dan ledakan karena flash back.
§   Semua supervisor kontraktor harus mengerti/mengetahui peraturan terbaru dan prosedur yang berlaku bagi pencegahan kebakaran dan tindakan darurat, termasuk prosedur evakuasi/penyelamatan diri.
§   Semua peralatan personal gas detector (LEL, H2S, CO, SO2) harus disediakan, digunakan dan dijaga dalam kondisi baik untuk mendeteksi daerah kerja.
5.1.4  Bantuan Medis dan P3K
§   Bila lokasi kerja tidak berada dalam jarak yang cukup dekat dari fasilitas medis, kontraktor harus menyediakan klinik, dokter, paramedik, dan memberikan pelatihan yang cukup pada para karyawan mengenai P3K.
§   Personil medis harus tersedia 24 jam sehari, 7 hari seminggu, termasuk hari libur, untuk saran dan konsultasi mengenai masalah kesehatan diri, dan menyimpan data medis karyawan tersebut selama tahap konstruksi.
§   Suplai P3K yang disetujui oleh dokter harus selalu tersedia.
§   Bila terdapat potensi cedera mata atau pada badan siapapun yang disebabkan oleh bahan kimia korosif atau beracun, harus disediakan fasilitas berupa eyewash  dan safety shower.
5.1.5  Pelaporan dan Investigasi Kecelakaan
§   Kecelakaan/insiden harus diselidiki dan dilaporkan sesuai kebijakan PT ASKES (PERSERO).
§   Kontraktor harus segera memberitahu dengan menggunakan telepon atau radio bila terjadi kecelakaan /insiden berikut:
1.      Kecelakaan fatal
2.      Cedera di mana si korban  masuk rumah sakit
3.      Kejadian kebakaran, walaupun kecil
4.      Kecelakaan lalu lintas
5.      Kerusakan atau kehilangan produksi/hasil akibat kecelakaan, termasuk crane terbalik atau jatuh, hubungan singkat peralatan listrik atau terputusnya kabel listrik saat penggalian, kegagalan tali crane atau sling saat mengangkat beban.
§   Laporan awal insiden harus diberikan oleh kontraktor ke PT ASKES (PERSERO), dalam 48 jam sejak terjadinya insiden, PT ASKES (PERSERO) akan menyerahkan laporan formal kecelakaan kepada MIGAS.
§   Kontraktor akan menanggulangi insiden kecelakaan tersebut dengan akurat, menyerahkannya laporan dan catatan kebakaran pada PT ASKES (PERSERO), pada minggu pertama tiap bulan dan memberikan ringkasan insiden yang terdaftar di bawah ini yang terjadi pada bulan sebelumnya harus dikirimkan kepada PT ASKES (PERSERO).
1.      Semua cedera yang diikuti hilangnya waktu kerja saat terjadinya cedera.
2.      Semua insiden kerusakan material dengan perkiraan/estimasi kerugian lebih dari US$ 1,000.00
3.      Semua kejadian kebakaran
4.      Semua kecelakaan kendaraan bermotor dan kapal laut.
5.      Total kehilangan man-hours dalam bulan tersebut.
§   Pada akhir proyek, kontraktor  harus menerbitkan suatu laporan keselamatan umum kepada PT ASKES (PERSERO).
5.1.6  Komunikasi
§   Semua peralatan komunikasi yang digunakan di daerah konstruksi harus diperiksa dan disetujui oleh pihak yang berwenang.
§   Untuk mencegah gangguan dengan channels/gelombang darurat yang sudah dialokasikan, hanya frekuensi yang ditetapkan untuk kontraktor yang akan digunakan.
§   Kontraktor harus menjamin bahwa semua personil yang menggunakan peralatan benar-benar paham dengan petunjuk yang dikeluarkan.
§   Untuk mendukung operasi konstruksi dan persyaratan keselamatan dari PT ASKES (PERSERO), kontraktor harus menyediakan sistem komunikasi radio yang cukup dan perangkat komunikasi otomatis.

5.2    Daerah Kerja Konstruksi dan Kendali Akses
5.2.1 Kendali Akses
§   Penyediaan  fasilitas pembuangan sanitasi, pencucian dan limbah untuk  mencegah masalah atau gangguan kesehatan di kantor lokasi kontraktor dan di daerah kerja.
§   Pemakaian  kendaraan dalam mengakses setiap lokasi dalam daerah kerja konstruksi.
§   Kerapian ruang dan sanitasi dalam daerah kerja konstruksi kontraktor harus selalu dijaga. Lokasi tempat pembuangan dan pembakaran sampah harus ditentukan sebelum konstruksi dimulai, proposal lokasi harus diserahkan kontraktor untuk dipelajari dan disetujui oleh PT ASKES (PERSERO).
§   Penyediaan  nomor identifikasi untuk kendaraan yang dipasang di kedua pintu kendaraan. Persyaratan ini memberikan identifikasi langsung kendaraan kontraktor untuk sistem kendali lalu lintas dan keamanan.
§   Semua daerah kerja yang diperlukan kontraktor untuk melaksanakan pekerjaannya atau kegiatan proyek harus mempunyai izin khusus atau persetujuan dari otoritas lokal. Persetujuan atau izin ini harus didapatkan oleh kontraktor. PT ASKES (PERSERO) harus menyediakan bantuan bila pekerjaan pada permukaan tanah akan dikembalikan ke kondisi awal/aslinya.
§   Koneksi ke utilitas plant manapun seperti air, udara atau listrik, harus mendapatkan persetujuan PT ASKES (PERSERO) terlebih dahulu dan pemilik fasilitas yang ada. Personil plant yang berkompeten harus mengoperasikan katup dan saklar tanpa kecuali.
§   Personil kontraktor harus berjalan di jalan untuk akses fasilitas konstruksi dan instalasi baru, dan tidak boleh memasuki daerah operasi manapun tanpa izin yang tepat dan APD.
§   Kendaraan atau perlengkapan konstruksi tidak boleh diparkir di jalan plant operasi kecuali di tempat parkir yang telah ditentukan. Kendaraan boleh berhenti di jalan untuk kegiatan bongkar /muat namun tidak boleh menghalangi jalan, dan pengemudinya harus selalu bersama dengan kendaraannya.
5.2.2 Daerah Merokok dan Dilarang Merokok
§   Semua daerah di dalam plant adalah area bebas rokok. Daerah dimana personil kontraktor diizinkan merokok harus sesuai dengan petunjuk dari personil pengendali keamanan plant.
§   DILARANG KERAS merokok saat bekerja di manapun dalam plant
§   DILARANG KERAS merokok dalam kendaraan manapun, pada saat apapun,di manapun, di dalam plant yang ada.
§   Penyediaan  tanda bahaya gas beracun
§   Penyediaan  tanda “DILARANG MEROKOK” di semua daerah berbahaya untuk mengidentifikasi daerah di mana merokok tidak diizinkan.
§   Orang yang bertanggung Semarangb di plant dan lokasi konstruksi yang didukung oleh personel keamanan, pencegahan kerugian dan pengendalian bertanggung Semarangb untuk mengendalikan dan mempertahankan pelaksanaan peraturan secara KETAT dengan peraturan di atas. PT ASKES (PERSERO) akan langsung mengambil tindakan pada tiap pelanggaran peraturan ini.
5.2.3 Keselamatan Lalu Lintas
§   Tujuan prosedur-prosedur ini adalah untuk mengendalikan secara efektif gerakan kendaraan kontraktor dalam daerah operasi terbatas dan untuk menghindari timbulnya kecelakaan /insiden.
§   Kontraktor dalam koordinasi dengan pihak lain yang terlibat bertanggung Semarangb atas pengendalian gerakan semua kendaraan dalam daerah terbatas tersebut.
§   Supervisor kontraktor bertanggung Semarangb akan kesesuaian dengan prosedur yang terkait dengan pengendalian kendali dalam daerah terbatas atau tertentu tersebut.
§   Akses ke daerah yang ditentukan harus melalui pintu tertentu dengan kaitan pengaman. Akses lain dilarang keras kecuali untuk keadaan darurat atau bila disetujui PT ASKES (PERSERO).
§   Semua pengemudi yang mengoperasikan kendaraan untuk tujuan apapun, harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia yang berlaku.
§   Semua pengemudi pesawat angkat harus memiliki sertifikat dari Dirjen Migas termasuk pesawat angkatnya.
§   Pengemudi harus selalu mematuhi peraturan lalu lintas yang ada dan peraturan yang berlaku bagi kendaraan bermotor di lahan publik atau dalam batas daerah plant operasi.
§   Semua kecelakaan kendaraan harus dilaporkan langsung kepada PT ASKES (PERSERO).
§   Kontraktor harus menjaga catatan semua kecelakaan kendaraan dan menerbitkan laporan bulanan pada PT ASKES (PERSERO).

5.3  Pekerjaan Khusus
5.3.1 Izin Kerja Berbahaya
§   Sistem izin kerja berbahaya harus berlaku untuk semua pekerjaan konstruksi.
§   Secara umum, selama fase konstruksi proyek, izin kerja berbahaya menyeluruh harus diterbitkan secara harian. Izin kerja berbahaya menyeluruh akan mengacu pada semua pekerjaan di daerah tertetu dalam daerah kerja dan fasilitas kontraktor.
§   Atas petunjuk PT ASKES (PERSERO), suatu izin pekerjaan berbahaya yang dilakukan secara terpisah bisa diperlukan untuk operasi spesifik tertentu dalam izin daerah kerja berbahaya keseluruhan yang ditentukan.
§   Izin kerja berbahaya individu harus diterbitkan untuk semua pekerjaan konstruksi di daerah plant, yang ditetapkan sebagai daerah panas dan ditentukan oleh batas dan tanda pagar panas. Izin pekerjaan berbahaya individu hanya akan mengacu pada suatu daerah kerja tertentu, tidak dapat dipindah-tangankan atau digunakan untuk pekerjaan lain.
§   Semua izin kerja berbahaya hanya berlaku untuk lokasi dan waktu yang ditentukan dan tidak melampaui dua belas (12) jam. Bila shift berubah selama waktu izin, supervisor yang bertugas harus membiasakan diri  dengan semua izin kerja di awal shift.



5.4    Dokumen Kontraktor Yang Diperlukan Untuk Pembahasan
Dengan mengacu SM-K3, dokumen kontraktor yang diperlukan untuk pembahasan sesuai daftar dalam Tabel.
Tabel 2.6. Dokumen SM-K3 Kontraktor yang diperlukan untuk pembahasan
Dokumen
Salinan
Format
Waktu Penerbitan
Petunjuk Keselamataan dan Kesehatan Kerja
2
15
CD-ROM
Hard Copy Kertas
D+84
Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Kontrak, termasuk program implementasi
2
15
CD-ROM
Hard Copy Kertas
D+84
Program Pelatihan untuk persyaratn Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2
4
CD-ROM
Hard Copy Kertas
D+84

Tabel 2.7.  OSH-MS Contractor’s Documents Required for Review
Document
Copies
Format
Time for
Submission
Occupational Safety and Health manual
2
15
CD-ROM
Paper Hard Copy
D+84
Occupational Safety and Health Plan for the Contract, including an implementation programme
2
15
CD-ROM
Paper Hard Copy
D+84
Training Programmes for Occupational Safety and Health requirements
2
4
CD-ROM
Paper Hard Copy
D+84




Dokumen-dokumen berikut juga harus disiapkan dan disediakan untuk PT ASKES (PERSERO) dalam bentuk CD-ROM dan foto copy dokumen.
1.      Jadwal tur keselamatan dan kesehatan kerja, inspeksi dan audit
2.      Instruksi Kerja untuk pekerjaan khusus
3.      Dokumentasi:
§   Tur kesehatan dan Keselamatan
§   Inspeksi tempat kerja
§   Penilaian resiko tugas
§   Catatan pelatihan
§   Catatan investigasi kecelakaan dan insiden
§   Laporan audit
§   Pelaksanaan audit
§   Daftar tindakan SM-K3 dan
§   Komponen subkontrak SM-K3 yang relevan





Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISOLATOR pada peralatan tegangan tinggi

Peralatan Tegangan Tinggi